Cari Blog Ini

Senin, 06 Desember 2010

Untuk Seorang Sahabat

Ini untuk seorang sahabat yang mengaku sebagai sahabat tapi sebenarnya bukan sahabat karena tidak pernah kurasakan sebagai sahabat.

Tidak tahukah kamu bahwa sesungguhnya saya betul-betul ingin jadi sahabatmu?

Lalu kenapa sekarang jadinya seperti ini?

Atau apakah ini yang kamu sebut sebagai sahabat?

Kalau seperti ini sih tidak ada bedanya dengan seorang kenalan.

Tidak ada bedanya dengan seseorang yang kamu temui di jalan lalu berkenalan setelah itu berlalu dan tidak akan bertemu kembali.


Entahlah...

Saya pun sudah berusaha introspeksi diri.

Mungkin kesalahan ada pada saya.

Namun keadaan memaksaku untuk mempertanyakan keseriusanmu untuk bersahabat denganku.

Bagaimanapun pikiranku mengantarkanku pada kesalahanmu.

Sekeras apapun saya berusaha untuk tidak mengindahkannya, tapi tetap saja keputusanku adalah menyalahkanmu.

Jika selama ini kamu memang betul-betul jadi sahabatku, tentu kamu tahu betul bahwa saya bukan orang yang suka menyalahkan orang lain atas masalah yang kuhadapi.

Bukan..bukan orang seperti itu.

Tapi entah mengapa dalam hal ini saya begitu menyalahkanmu.

Menyalahkanmu yang sepertinya tidak serius dalam persahabatan ini.

Saya merasa kamu seolah mempermainkan persahabatan ini.

Inikah yang dinamakan sahabat???

Jelas bagiku tidak seperti ini.


Baiklah, saya tahu kamu bukan orang yang gampang menerima tuduhan atas dirimu.

Saat membaca ini, saya pun tahu betul akan seperti apa reaksimu.

Kamu jelas akan membela diri semampumu.

Selama ini kamulah orang yang paling suka mendebatkan hal-hal kecil yang pernah saya kenal.

Sangat suka.

Suka membuatku harus mengalah.

Tapi saya tahu kamu juga tidak menganggap perdebatan itu sebagai hal yang serius.

Kamu hanya ingin bersenang-senang bukan?

Kamu hanya ingin mengisi kekosongan dalam hidupmu.

Itulah hidupmu.

Dan itulah dirimu.

Terus terang saya terkadang kagum akan pribadimu.

Pribadi yang menyenangkan, ceria, peramah, dan gampang bergaul.

Tak bisa kupungkiri, banyak yang mendambakan pribadi sepertimu.

Banyak yang menyukaimu.

Semua orang pasti akan mudah menyukaimu.

Begitupun saya tentunya.

Saya sampai berpikir bahwa kamu adalah pribadi yang akan membuat orang lain begitu menyayangimu.

Itulah dirimu.


Masih ingat kita pernah mengobrol sampai hampir subuh?

Itulah dirimu yang kukenal pertama kali.

Bercerita tentang dirimu dan diriku tanpa merasa terbebani.

Bercerita begitu lepas.

Antusias.

Saya pun bisa melihat keceriaanmu.

Namun sadarkah kamu bahwa bagiku itu hanya seperti sebuah mimpi?

Mimpi yang tak akan terjadi di kehidupan nyata.

Di kehidupan yang sebenarnya.

Di mana orang lain bisa menandai bahwa kita sesungguhnya telah bersahabat.


Aneh juga rasanya.

Selama ini saya selalu mengaku sebagai sahabatmu.

Entah kamu?

Kenapa aneh?

Tak pernah kurasakan sebuah persahabatan yang direncanakan sebelumnya.

Kita sahabat.

Itulah kalimat yang saya deklarasikan terhadapmu.

Dan kamu pun menerimanya.


Setelah itu.

Hari-hari berikutnya kita lalui dengan menjadi sepasang sahabat.

Sahabat yang sangat akrab.

Dan saya pun tidak menyangka bahwa anggapan itu datangnya hanya dari saya.

Entah kamu?

Bagaimana tidak?

Di kehidupan nyata, saya merasa tidak benar-benar jadi sahabatmu.


"Kita tetap sahabat kok!"

Itulah yang kamu jawabkan saat kubertanya apakah kita ini benar-benar adalah sahabat.

Kamu jawabkan dengan datar.

Itu saja.

Dan saya pun merasa cukup dengan jawaban itu.

Dan di kehidupan yang sebenarnya.

Saya tetap tidak merasa jadi sahabatmu.

Bahkan tersingkirkan dari kehidupanmu.

Keadaan yang mengharuskan kita untuk saling menyingkir.

Keadaan.

Semua tergantung keadaan.

Tapi saya tidak ingin seperti ini.

Saya ingin keadaan TIDAK menghukum saya menjadi seperti ini.

Dijauhkan darimu.

Bahkan seperti tidak saling mengenal.

Tidak kenal.

Bercakap langsung saja kita tidak bisa.

Saya tidak bisa.


Karena saya mengkhawatirkan keadaan.

Keadaan yang akan menyudutkan saya.

Keadaan yang akan menghakimi saya lagi.

Keadaan yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk betul-betul tidak akan mengenalmu lagi.

Saya menyerah.

Kamu tidak ada usaha.

Saya pun demikian.


Kamu tidak menganggap persahabatan kita penting.

Begitupun saya karenamu.

Apa yang kamu lakukan juga akan saya lakukan.

Menjauhiku. Saya manjauhimu.

Tidak menghubungiku. Tak akan kumenghubungimu lagi.

Kalaupun saya harus berbicara denganmu, tidak akan kaunggap itu adalah sebuah percakapan.


Hanya mimpi yang harus kujalani.

Kuhapus segalanya tentangmu.

Dan seharusnya kamu pun demikian.

Saya tidak ingin lagi kehidupanku diceritakan bersandingan dengan kehidupanmu.

Saya tidak ingin lagi mendengar keadaan yang menghubungkanku denganmu.

Kamu pikir saya tidak sakit mendengarnya?

Keadaan yang seolah melarang kita untuk jadi sahabat.

Teman pun tidak....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar