Cari Blog Ini

Senin, 06 Desember 2010

Allah Punya Cara Indah Untuk Menegur Diriku

Bahan renungan untuk Anda, sahabatku, yang mungkin terlalu sibuk bekerja.

Luangkanlah waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan pesan ini.

Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih membaca dan merenungkan pesan ini.

Aktifitas keseharian kita selalu mencuri konsentrasi kita. Kita seolah lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah tau kapan kedatangannya. Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat menakutkan. Tahukah kita kapan kematian akan menjemput kita?

Berikanlah waktu Anda dan bacalah sampai habis. Semoga dapat menjadikan hikmah buat kita semua dan sadar, bahwa kita akan mati dan tinggal menunggu waktunya. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang khusnul khotimah. Amin..

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orang tuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi saat musim dingin yang menyengat tulang. Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri. Alangkah sabarnya mereka.. Setiap hari begitu. Benar-benar mengherankan!

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah, padahal berbagai nasehat selalu ku terima dan ku dengar dari waktu ke waktu. Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku.

Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Disana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur'an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian. Jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Disamping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.

Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian. Banyak waktu luang. Pengetahuanku terbatas. Aku mulai jenuh. Tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir setiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang hingga kini tak pernah aku lupakan.

Ketika itu, aku dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol. Tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengedarkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah yang berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban. Kejadian yang sungguh tragis.

Kami melihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan.

Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. Ucapkanlah, "Laailaaha Illallah... Laailaaha Illallah..." perintah temanku. Tetapi sungguh mengerikan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah terbiasa menghadapi orang-orang yang sekarat.

Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi, keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.

Tak ada gunanya. Suaranya terdengar semakin melemah.. Lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak. Keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah katapun. Selama perjalanan hanya ada kebisuan. Hening.....

Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan Su'ul Khatimah (Kesudahan yang buruk). Ia berkata, "Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia."

Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu semakin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku.

Hari itu, aku shalat kyusu' sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula. Aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu yang lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala.

Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu. Kejadian yang menakjubkan!

Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu. Sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota. Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itupun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemaniku pada peristiwa pertama, cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan. Dia masih sangat muda, wajahnya begitu bersih, ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik. Sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya. Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dengan suara amat lemah.

Subhanallah! Dalam kondisi kritis seperti itu ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an? Darah mengguyur seluruh pakaiannya. Tulang-tulangnya patah bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup, aku tak pernah mendengar bacaan Al-Qur'an seindah itu.

Dalam batin aku bergumam sendirian, "Aku akan menuntunnya membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu. Apalagi aku sudah punya pengalaman." Aku meyakinkan diriku sendiri. Aku dan kawanku seperti terhipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur'an yang merdu itu.

Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding, menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. Tiba-tiba suara itu terhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, degup jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa.

Dia telah meninggal. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku takut diketahui kawanku. Ku kabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah meninggal. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

....Sampai di rumah sakit... Kepada orang-orang di sana, kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata.

Ada seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah. Semua ingin ikut menyolatinya. Ada seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya.

Salah seorang saudaranya mengisahkan, ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari senin. Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin.

Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagikan kepada orang-orang yang dia santuni bahkan juga membawa permen untuk dibagikan kepada anak-anak kecil.

Bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang Maha Perkasa. Hanya ada satu harap, semoga kita menjadi penghuni surga. Biarlah dunia jadi kenangan, juga langkah-langkah kaki yang terseok di sela dosa dan pertaubatan. Hari ini, semoga masih ada usia untuk mengejar surga itu. Dengan amal-amal yang nyata: "Memperbaiki diri dan mengajak orang lain."

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

(QS. Ali-Imran: 185)

Rasulullah SAW telah mengingatkan dalam sabdanya, "Barangsiapa yang lambat amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya."

Saudaraku, siapa yang tahu, kapan, dimana, bagaimana, dan sedang apa kita menemui tamu yang pasti menjumpai kita, yang mengajak menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Orang yang cerdik dan pandai adalah yang senantiasa mengingat kematian dalam waktu-waktu yang ia lalui kemudian melakukan persiapan-persiapan untuk menghadapinya.

Suruh dirimu berbuat taat, sudah pasti dirimu tidak akan patuh kepadamu dan ia pasti akan menolak dan merasa berat untuk mengerjakan ketaatan. Nasehat ini terutama untuk diri sendiri, dan saudara-saudaraku seiman pada umumnya.

Orang yang cerdas adalah Orang Yang Banyak Mengingat Akan Kematian, dan berusaha memanifestasikan dan optimalisasi amal demi menghadapi hidup setelah kematian.

1 komentar: